JARIJAMBI.COM – SUNGAI PENUH – Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sungai Penuh Sumarsono SH., MH , mengatakan Restoratif justice telah menjadi brand kejaksaan.
Kebijakan tersebut mendapatkan respon yang sangat positif dari masyarakat. Tingginya animo masyarakat terhadap kebijakan ini berimbas pada terciptanya persepsi yang salah di masyarakat, yaitu bahwa semua tindak pidana atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh masyarakat kecil bisa dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
“Untuk itu Bapak Jaksa Agung meminta kepada jajaran Kejaksaan untuk menjaga kemurnian kebijakan tersebut, dimana kebijakan tersebut merupakan respon kita (Kejaksaan) dalam menjawab permasalahan hukum yang dirasa kurang memberikan rasa keadilan di tengah masyarakat,” kata Sumarsono Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sungai Penuh.
Yang tidak kalah pentingnya, Somarsono minta kepada seluruh jajarannya untuk tidak gamang dan ragu-ragu dalam menentukan apakah perkara tersebut dapat dilakukan penghentian penuntuan berdasarkan keadilan restoratif atau tidak.
“Tetaplah bersikap profesional dan akuntabel serta berikan pemahaman secara masif bagaimana suatu perkara tersebut bisa atau tidak dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, sehingga masyarakat mendapatkan pengetahuan dan pemahaman apakah perkara tersebut masuk ke dalam kualifikasi Restorative Justice atau tidak,” ungkapnya.
Arahan tersebut disampaikan pada seluruh jajaran Kejaksaan di wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Jambi tanggal 7 Januari 2022 bertempat di Kantor Kejaksaan Tinggi Jambi pada saat kunjungan kerjanya dengan didampingi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Asisten Umum Jaksa Agung Kuntadi, dan Asisten Khusus Jaksa Agung Hendro Dewanto.
Sebelum memberikan arahannya, Jaksa Agung selaku Penuntut Umum Tertinggi didampingi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum juga menyempatkan waktunya untuk melihat secara langsung pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang dilaksanakan di kantor Kejaksaan Negeri Jambi.
Adapun 2 (dua) orang Tersangka yang diberikan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan restorative, yaitu:
1. Tersangka atas nama Fredi Antanto alias Fredi bin Suparman, yang disangkakan melanggar Pasal 480 ke (1) KUHP, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bungo.
Kasus Posisi singkat:
Tersangka terbukti membeli barang hasil kejahatan (penadahan) berupa 1 (satu) unit Handphone Android merk Samsung A50 seharga Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
2. Tersangka atas nama Muhammad Susanto bin Rusli, SM, yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Merangin.
Kasus Posisi singkat:
Tersangka merupakan karyawan dari bengkel karoseri Famili Raya, telah terbukti mengambil besi rongsokan mobil berupa 1 (satu) buah potongan body mobil bus dan selanjutnya menjualnya seharga Rp.1.600.000,- (satu juta enam ratus ribu rupiah) dan uang hasil penjualan tersebut digunakan oleh Tersangka untuk melunasi hutang-hutangnya dan juga digunakan untuk membeli bensin motor.
Sebelum diberikan SKP2, kedua tersangka tersebut telah di lakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh Tokoh Masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative ini diberikan antara lain:
1. Para Tersangka tersebut belum pernah di hukum (baru pertama kali melakukan tindak pidana).
2. Para Tersangka diancam pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
3. Kerugian yang dialami oleh para korban tersebut dibawah Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
4. Korban dan keluarganya merespons positif keinginan para Tersangka untuk meminta maaf/berdamai dengan para korban dan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, serta para korban telah memaafkan, dan kerugian korban telah dikembalikan.
5. Selain kepentingan korban, juga dipertimbangkan kepentingan pihak lain yaitu dimana para Tersangka tersebut masih memiliki masa depan yang panjang dan lebih baik lagi kedepannya.
6. Cost dan benefit penanganan perkara serta mengefektifkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. (*Jon)