Jarijambi.com, TANJAB BARAT— Akibat permintaan ekspor menurun, stok udang ketak disejumlah gudang Kuala Tungkal penuh, nelayan pun terancam gantung jaring.
Sudah sepekan terakhir, ‘hampir seluruh gudang penampungan udang ketak hasil tangkapan nelayan Kuala Tungkal dibanjiri stok dan terancam tidak bisa lakukan proses pengiriman.
Indra salah satu penampung udang ketak di Kuala Tungkal mengatakan, saat ini pihaknya tidak bisa menerima udang ketak dari nelayan, hal ini dikarenakan masih banyaknya stok, namun tidak bisa melakukan pengiriman hingga batas waktu yang tidak dapat diprediksi.
“Sampai hari ini kami belum terima udang ketak, karena digudang saja masih banyak udang ketak yang belum kami kirim ke Jakarta,” kata Indra, Jumat (17/07/2020)
Indra menyebutkan, usaha udang ketak merupakan ekspor andalan, dan sangat membantu perekonomian nelayan. Karena, selama ini udang ketak mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Dikatakan Indra, untuk dihari biasa, nilai jual udang perekor mulai dari harga Rp.5000 sampai Rp.150.000 tergantung dari ukuran udang sendiri.
“Kalau sekarang ini harga yang jumbo A (ukuran paling besar) hanya 50 ribu rupiah dan yang paling kecil 3ribu rupiah, dan belum lagi terlalu lama berada dipenampungan dia bisa mati dan itu menimbulkan kerugian besar,” sebutnya.
Indra berharap, anjloknya harga udang ketak dan sulitnya proses pengiriman tidak berlangsung lama, ia pun meminta pemerintah secepatnya mencari solusi yang menyangkut hajat hidup para nelayan. Karena, biar bagaimanapun sulitnya proses ekspor tidak boleh dibiarkan berlarut, sebab akan berdampak buruk bagi perekonomian para nelayan.
“Nelayan di Tanjabbar ini sekitar 70 persen sebagai Nelayan udang ketak. Sisanya nelayan ikan,” tukasnya
Sementara itu, Syahril (40), salah satu nelayan udang ketak sangat mengeluhkan dengan anjloknya harga jual hasil tangkapannya. Dimana menurut Syahril, hasil penjualan tangkapannya sangat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan setiap berangkat.
“Harge udang ketak sekarang ni murah nian, paling hasilnye cukup untuk kebutuhan sehari-hari lah, belum lagi modal berangkatnye, kalau gini terus harge tak naik-naik bise mogok kelaut,” Keluh Syahril dengan logat Melayu Tungkal. (Jr1)