JARIJAMBI.COM, JAMBI-Merasa terancam hak-haknya sebagai pekerja/buruh dengan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja yang saat ini telah diusulkan pemerintah pusat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), ratusan pekerja yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Buruh Jambi menggelar unjuk rasa Rabu (11/3/2020).
Aksi longmarch yang dimulai dari simpang IV Bank Indonesia itu turut diikuti buruh dari berbagai daerah di Provinsi Jambi.
Dalam statement aksinya ratusan buruh itu dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja. Dimana, mereka menilai negara dalam hal ini seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat tanpa terkecuali buruh.
Namun negara dalam hal ini pemerintah justru membuat masyarakat pekerja/buruh resah. Bagaimana tidak, dengan pasal-pasal yang terdapat dalam RUU Cipta Kerja yang sudah diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR sangat berpotensi mendiskreditkan hak-hak pekerja yang sebelumnya telah diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 seperti, memperluas kesempatan bagi Tenaga Kerja Asing untuk bekerja di Indonesia.
Kemudian, memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk membuat perjanjian kerja dalam hal ini Perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak tanpa batasan waktu. Kemudian, bahwa pekerja alih daya tidak punya hubungan hukum lagi dengan pengusaha pemberi pekerjaan, upah minimum hanya didasarkan pada PET (Perjanjian diawal) tanpa perlu lagi memperhatikan komponen hidup layak.
Selanjutnya, upah minimun yang digunakan hanyalah upah minimum Provinsi (Upah Minimum Kabupaten Kota/Sektor dihapuskan), gubernur yang tidak menetapkan upah minimum hanya dikenakan sanksi sesuai UU Pemerintahan Daerah dan dalam hal gubernur diberikan sanksi karena tidak menetapkan Upah Minimum maka Upah Minimum yang berlaku adalah Upah Minimum Tahun sebelumnya.
Kemudian, terkait cuti panjang dalam RUU Cipta Kerja bukan lagi sesuatu yang wajib karena diganti dengan kata ” DAPAT” apabila diperjanjikan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, dihapusnya cuti haid dan cuti Lainnya kecuali hak cuti tahunan, RUU Cipta Kerja memberikan ruang bagi pengusaha dalam mempekerjakan Pekerja/Buruh dengan Upah Per Jam.
Selain itu, bahwa penghargaan masa kerja yang diterima nilainya menurun, yang mana dulu maksimal 10 Bulan upah dalam RUU Cipta Kerja Menjadi 8 Bulan Upah, dalam hal terjadi PHK pengusaha tidak wajib lagi membayarkan uang pengganti hak kecuali diperjanjikan dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Dan, dihapusnya Pasal 161 – Pasal 172 maka Konpensasi PHK terhadap Jenis-jenis PHK tidak ada pembedaan lagi dimana untuk Konpensasi PHK Karena Merger, Efesiensi, Pensiun dan Meninggal dunia dalam UU No 13 Tahun 2003 dibayar 2 (Dua) kali Pesangon.
Dikatakatakan Kordinator Aksi, Hendra Ambarita, UU Ketenagakerjaan yang sudah ada saja hanya memberikan kepastian Hak yang menurut kami itu untuk hidup pas-pasan atau jauh dari kata Layak apalagi mapan.
“Kami meminta agar Pemerintah Daerah juga memberlakukan Upah Minimum sektoral dan Mencopot Pejabat yang tidak Pro Terhadap Masyarakat Khususnya Pekerja/Buruh, segera dan Apabila Pemerintah tidak mau mendengar Suara Hati kami maka kami akan melakukan Aksi dengan Massa yang Lebih Besar sampai pada nantinya tuntutan kami dipenuhi,” tegasnya.
(Red/wn)