Jarijambi.com,-Ada banyak kejengkelan yang dirasakan oleh tenaga medis Indonesia saat ini, ditengah-tengah keadaan wabah yang menakuti benak seluruh rakyat Indonesia, kita diperlihatkan dengan jelas bagaimana situasi dan kesiapan sistem kesehatan negara Republik Indonesia ini. Mereka yang sedang berperang di garda terdepan, harus merasa cukup dengan ketidaktersediaannya alat kelengkapan kesehatan yang memadai. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) baru saja mengumumkan setidaknya 23 tenaga kesehatan telah tertular virus corona. Bahkan, beberapa dokter yang menangani wabah ini meninggal karena penyakit ini.
Sebetulnya ada rentang waktu untuk menyiapkan segala bentuk persiapan ini sejak Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan wabah ini sebagai pandemik global hingga kasus pertama teridentifikasi di Depok, Jawa Barat pada tanggal 2 Maret 2020 yang lalu. Namun, keseriusan untuk menanggulangi ini semua tidak tercermin pada saat Menteri Kesehatan Terawan bersama Presiden Jokowi melakukan jumpa pers sebagai pengumuman resmi, aktifitas tersebut gambarannya lebih kepada obrolan santai daripada pengumuman resmi agar rakyatnya waspada. Dengan dalih tidak ingin membuat rakyat panik, namun sepertinya peningkatan kewaspadaan pun juga ikut longgar dan santai. Hal ini terbukti hingga saat ini pemerintah masih mengutamakan kehidupan ekonomi daripada keselamatan warganya sendiri, lockdown yang menjadi jalan satu-satunya bagi negara-negara yang sudah terinfeksi lebih dulu untuk menekan penyebaran wabah, tidak juga diambil sebagai kebijakan nasional. Alhasil, pemerintah-pemerintah daerah yang mengutamakan keselamatan warga, mengambil kebijakan lebih tegas dibandingkan pada level nasional, walaupun tetap saja semakin berat dilakukan jika gerbang keluar-masuk regional seperti bandara dan pelabuhan masih beroperasi.
Pemerintah daerah juga tampaknya tak bisa berbuat banyak, selain rutin melakukan sanitasi dengan cairan desinfektan di ruang-ruang publik, pemda juga melakukan lockdown parsial terhadap pelayanan dan bisnis secara periodik, serta merumahkan segala bentuk kegiatan pendidikan. Lebih dari itu, adalah kewenangan pusat yang memiliki kontrol besar terhadap prosedural dan pelaksanaan mulai dari diagnosa hingga keputusan vonis positif dan negatifnya, lagi-lagi karena keterbatasan alat rapid test yang berfungsi sebagai identifikasi virus.
Sudah sering terlihat di media sosial, tenaga-tenaga medis bahkan perlu menggunakan Jas Hujan dan baju bedah, karena keadaan yang memaksa dan ketidakcukupan persediaan alat standar penanganan wabah yang seperti ini. Kelangkaan serta ketidaksanggupan karena harga alat-alat kesehatan yang melambung, adalah alasan kenapa tiap rumah sakit tak bisa secara mandiri mencukupi. Ini karena Menteri Kesehatan Terawan tak menghitung langkah-langkah yang perlu diambil lebih awal. Sekarang tenaga medis harus cukup puas dengan segala bentuk keterbatasan ini, rumah sakit kelabakan menghadapi pasien yang terus datang dan mengharapkan yang terbaik. Jutaan rakyat Indonesia menaruh harapan tinggi terhadap gugus tugas yang dipimpin oleh Doni Monardo, dibawah payung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jika Terawan mundur, akan lebih terhormat.
(Jarijambi.com/Hym)