Pimpinan DPRD Tanjab Barat, Ahmad Jahfar dan Anggota Komisi III Bidang pembangunan infrastruktur Muhammad Zaki angkat suara soal pencopotan pejabat Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan jasa Pemkab Tanjab Barat, Reza Pahlevi dan Ilmardi.
Pimpinan DPRD Ahmad Jahfar bahkan secara lantang meminta Bupati Tanjab Barat Anwar Sadat tegas bersikap untuk membatalkan pekerjaan yang sudah dilelang.
Pasalnya, menurut politisi Golkar ini, penunjukan pejabat sementara terhadap ULP dengan jajaran yang ada itu dianggap tidak sah berikut dengan produk turunannya juga tidak sah dan tidak berhak melakukan pelelangan.
“Dasarnya adalah surat Gubernur nomor s-5/4/BKD-3.3/II/2021, tertanggal 10 Februari 2021. Disitu dibunyikan, sesuai dengan ketentuan, pemberhentian saudara Muhammad Reza Pahlevi dari jabatan kepala bagian pengadaan barang jasa Setda Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan pemberhentian saudara Ilmardi dari jabatan Kepala Subbagian Pengelola Barang Jasa sekretariat Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan keputusan Bupati Tanjung Jabung Barat nomor 33/kep.bup/bkpsdm/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang pemerintahan pegawai negeri sipil dalam jabatan administrator dan pengawasan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat lebih dahulu harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri,” terang Jahfar kepada wartawan Kamis (4/3/21).
Menurut Jahfar, pemberhentian ULP beberapa waktu lalu itu merupakan bentuk kesewenang-wenangan dari Bupati Tanjung Jabung Barat terdahulu tanpa mempertimbangkan lagi peraturan yang telah ada dari pemerintah pusat.
“Sudah bisa disimpulkan, yang dilakukan pemerintahan Tanjab Barat sebelumnya itu menabrak aturan. Karena itu segala macam bentuk tender yang sudah dilakukan atau dilelang berdasarkan dari surat Gubernur itu tidak sah dan harus batal,” ucap ketua DPD Golkar Tanjab Barat ini.
Dia menyebutkan, pembatalan tersebut sangat penting karena berkaitan dengan legalitas keuangan yang diharapkan tidak bermasalah di kemudian hari akibat dari produk hukum yang salah. Karena berawal dari pada perkara yang salah maka semuanya akan ada konsekuensinya.
“Jadi kita anggap itu (proses lelang) ilegal semua. Oleh karena itu kita mendorong Bupati harus mengambil sikap tegas, pertama mengembalikan posisi kepala ULP kepada posisinya yang memang menjadi kewenangannya. Kedua, tender yang sudah keluar itu harus dibatalkan karena ada dasar dari surat Gubernur Jambi,” ujar Jahfar.
Untuk diketahui, pada surat Gubernur Jambi tersebut, point satu dibunyikan berdasarkan ketentuan pasal 71 ayat 2 ayat 3 dan ayat 5 dan ayat 6 undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota menjadi undang-undang menyebutkan bahwa.
Ayat 2 berbunyi gubernur atau wakil gubernur bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan Pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Ayat 3 berbunyi gubernur atau wakil gubernur bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan Pasangan calon sampai dengan penetapan Pasangan calon terpilih.
Ayat 5 berbunyi dalam hal gubernur atau wakil gubernur bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota selaku pertahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 pertahanan tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU atau KPU Kabupaten Kota.
Ayat 6 berbunyi sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sampai dengan 3 yang bukan pertahanan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Point dua berbunyi, sesuai dengan surat edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 273 /487/SJ 21 Januari 2020 tentang penegasan dan penjelasan terkait pelaksanaan kepala daerah serentak tahun 2020. Menyatakan bahwa ” gubernur atau wakil gubernur bupati atau wakil bupati dan walikota dan wakil walikota sebagaimana dimaksud pada pasal 71 undang-undang nomor 10 tahun 2016 adalah gubernur atau wakil gubernur bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota pada daerah yang menyelenggarakan Pilkada baik yang mencalonkan maupun tidak mencalonkan dalam pilkada”
Pada point tiga, sesuai dengan ketentuan tersebut di atas perhatian saudara Muhammad Reza Pahlevi dari jabatan kepala bagian pengadaan barang jasa setda kabupaten Tanjung Jabung Barat dan pemberhentian saudara Ilmardi dari jabatan kepala subbagian pengelola barang jasa bagian pengadaan barang jasa sekretariat Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan keputusan Bupati Tanjung Jabung Barat nomor 33/kep.bup/bkpsdm/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang pemerintahan pegawai negeri sipil dalam jabatan administrator dan pengawasan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat lebih dahulu harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Sementara Anggota Komisi III DPRD Tanjabbar, Muhammad Zaki tak kalah lantang mengatakan jika pejabat Bupati terdahulu Safrial dianggap legal melakukan penggantian pejabat saat satu bulan jelang masa jabatan berakhir, maka bupati saat ini pun sah sah saja melakukan penggantian pejabat setelah resmi dilantik.
“Logikanya kalau bupati yang lama dianggap legal ganti pejabat saat masa jabatan kurang dari satu bulan lagi. Maka pejabat bupati yang sekarang setelah dilantik jadi legal juga ganti pejabat,” kata M Zaki.
Menurut Zaki dengan aturan yang sama tidak mungkin ada kesimpulan atau keputusan yang berbeda-beda. (Henky)
“Apabila pemerintatah menganggap pemberhentian pemindahan pejabat ULP sah secara undang-undang. Maka bupati terlantik UAS dapat melakukan hal yang sama mengganti, memindah, menonjob pejabat pemerintah,” tandasnya. (*)