Penyelesaian Sengketa Gugatan Indonesia Terhadap Australia Mengenai Produk Kertas
Oleh: Yola Manulang (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi)
JARIJAMBI.COM – Hubungan perdagangan antar negara tidak selalu menguntungkan semua negara, terkadang muncul permasalahan yang berujung pada perselisihan. Kondisi ini kemudian akan diupayakan penyelesaiannya melalui forum WTO. Namun, jika WTO masih belum dapat sepenuhnya menyelesaikan sengketa perdagangan yang ada, terkadang diperlukan langkah-langkah tambahan untuk sepenuhnya mengimplementasikan masalah dari semua pihak yang terlibat. Australia mungkin kalah dalam sidang panel DSB WTO pada tahun 2005 dan 2007.
Indonesia berhasil memenangkan kasus melawan Australia dalam sengketa panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait dengan kebijakan bea masuk anti-dumping (BMAD) negara tersebut. ) untuk produk pada kertas fotokopi A4 . Perselisihan antar negara yang berlangsung sejak 1 September 2017 itu berakhir dengan putusan WTO pada Rabu ( Desember 2019). Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan WTO menilai kebijakan Australia untuk mengenakan BMAD pada produk kertas fotokopi A dari Indonesia melanggar Pasal 2.2 dan 2.2.1.1 Perjanjian Anti-Dumping WTO. “Memenangkan sengketa ini sangat penting karena berdampak sistemik terhadap dugaan dumping negara lain. Semoga keputusan dan rekomendasi panel ini dapat meminimalisir dugaan serupa di masa mendatang,” kata Mendag Agus dalam siaran persnya.
Adapun hal-hal dan beberapa ketentuan yang telah dilanggar oleh Australia, yang dimuat didalam Aturan WTO Perjanjian Anti Dumping, yaitu:
1. Salah satunya adalah Pasal 2(2). Terkait dumping WTO, ditunjukkan bahwa Australia menghitung nilai normal produsen mesin fotokopi A Indonesia tanpa terlebih dahulu menguji apakah harga jual domestik bisa dibandingkan dengan harga ekspor.
2. Selain itu, ditemukan bahwa Australia tidak mematuhi kalimat pertama Pasal 2(2) ketentuan anti-dumping WTO. Hal ini dikarenakan negara tersebut tidak memiliki dasar untuk menggunakan harga ekspor pulp dari Brazil dan Amerika Selatan ke China dan Korea Selatan, dan negara tersebut tidak mendapatkan keuntungan dari harga acuan pulp bekas.
3. Ketentuan lain yang dilanggar Australia adalah Pasal 2.2.1.1 ketentuan anti-dumping WTO. Dalam hal ini, Kangaroo Country menolak untuk menggunakan data akuntansi yang sebenarnya dari produsen, meskipun data tersebut memenuhi persyaratan GAAP (Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum) dan secara wajar mencerminkan biaya yang terkait dengan produksi.
Oleh karena itu, Indonesia menggugat Australia mengenai kertas fotokopi A4 terhadap Rusia. Pada saat yang sama, panel WTO memutuskan untuk menyelesaikan perselisihan terhadap klaim Indonesia mengenai temuan otoritas Australia tentang situasi pasar tertentu (PMS) dalam industri kertas Indonesia bahwa tidak ada pelanggaran terhadap Pasal 2(2) WTO yang dapat ditetapkan. perjanjian anti dumping. Terlepas dari itu, lanjut Mendag Agus, WTO akan memutuskan apakah ada PMS
atau tidak, lembaga investigasi tetap harus membuat perbandingan yang tepat antara harga domestik dan harga ekspor untuk menentukan nilai normal sesuai Pasal 2.2 Perjanjian Anti-Dumping.
Berdasarkan keputusan, disposisi tindakan ini, Indonesia merekomendasikan agar Australia melakukan tindakan korektif dengan mengubah perhitungan jumlah marginal dumping yang ditentukan untuk produk kertas fotokopi A Indonesia mulai 20 April 2017. Sementara Australia berhak mengajukan banding, Trade Menteri Agus mengatakan dan Indonesia dan Australia sepakat untuk tidak mengajukan banding ke Badan Banding WTO. “Ini mengingat perkembangan status AB WTO saat ini. Indonesia dan Australia kemudian akan memastikan bahwa langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan rekomendasi panel di Australia dalam kerangka waktu yang disepakati bersama,” katanya.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana juga membenarkan putusan WTO yang mendukung gugatan Indonesia. “Kemenangan ini diharapkan membawa perkembangan ekspor kertas Indonesia kembali ke Australia. Nilai ekspor kertas turun dari US$3 juta pada 2016 menjadi US$12 juta pada 2018 karena masuknya 12,6% BMAD Australia menjadi 38,6%,” ucapnya.