Jambi, JariJambi.com – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) wilayah Jambi menggelar audiensi dengan Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto di Ruang Kerjanya, Selasa (11/4/2022).
Ketua PDGI Cabang Jambi drg Iwan Hendrawan MARS mengungkapkan dalam audiensi tersebut pihaknya meminta Ketua DPRD Provinsi Jambi agar menyampaikan dan menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi dari Tenaga Kesehatan (Nakes) terkait dengan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibuslaw Kesehatan.
“Jangan RUU Omnibuslaw kesehatan di buat karena ada kepentingan pihak pihak tertentu yang sebenarnya mengorbankan masyarakat luas,” kata Iwan.
Dalam audiensi bersama Ketua DPRD Provinsi Jambi dari Fraksi PDI Perjuangan itu, Iwan bersama rekan rekan Nakes juga meminta DPR RI untuk membahas RUU berdasarkan hati nurani dan kepentingan masyarakat dengan melindungi para Nakes.
“Karena Nakes sebagai anak bangsa yang mengabdi untuk mengobati masyarakat dan Kemenkes stop menyebarkan hoax tentang persoalan dokter/drg. Stop adu domba Nakes karena sebagian besar Nakes menolak RUU yang syarat kepentingan tertentu serta merugikan masyarakat dan Nakes didalam negeri sendiri,” jelasnya.
Iwan menjelaskan bahwa apa yang menjadi aspirasi mereka, disampaikan Edi akan menindaklanjuti ke Fraksi PDI Perjuangan dengan meminta memperhatikan pasal pasal yang harus penuh kehati-hatian agar tidak ada pihak yang di rugikan.
Selanjutnya, Ketua IDI Wilayah Jambi dr. R. Deden Sucahyana juga menyampaikan hal yang senada. Mereka meminta agar Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) yang akan dijadwalkan oleh Komisi IX DPR RI untuk dihentikan atau tidak diteruskan, baik pembahasan Tingkat-I apalagi ke Tingkat II.
Menurut nya, alasan dan dasar bahwa proses pembentukan RUU Kesehatan sudah bermasalah sejak awal, karena tidak taat dan patuh asas serta prematur sehingga mengundang protes dari masyarakat luas, termasuk para Medis dan Tenaga Kesehatan se Indonesia. “Walaupun saat ini proses sampai dengan naskah RUU Kesehatan tersebut telah sampai kepada Komisi IX DPR RI untuk ditindak lanjuti dalam rapat pembahasan Tingkat I (TK)-I,” ujarnya.
Lebih lanjut kata Deden, RUU Kesehatan (Omnibus Law) juga masih banyak batang tubuh atau pasalnya yang saling kontradiktif satu dengan lainnya, diskriminatif dan tidak selaras dengan naskah akademiknya, sehingga walaupun pemerintah Cq Kementerian Kesehatan mengklaim telah melakukan kegiatan penyusunan DIM dan menjaring partisipasi masyarakat.
“Akan tetapi segalanya dilakukan secara terburu-buru dan tidak mencerminkan partisipasi publik yang sesungguhnya, sehingga RUU Kesehatan (Omnibus Law) harus mendapatkan kajian yanq lebih mendalam lagi untuk sampai kepada Pembahasan di TK-II apalagi sampai kepada Pengesahannya,” katanya.
Ia juga menyebutkan bahwa RUU Kesehatan (Omnibus Law), secara filosofis, yuridis dan sosiologis ternyata tidak jauh lebih baik dari Undang-Undang yang akan dihapuskannya, yang selama ini sudah harmonis walaupun terdapat kekurangan sedikit didalamnya, dan kondisi tersebut sebenarnya mampu diatasi dengan regulasi lain dibawah Undang-Undang, sehingga tidak harus lahir RUU Kesehatan dengan metode Omnibus Law ini.
“Atas alasan dan dasar hukum sebagaimana terurai diatas, maka kami IDI Wilayah Jambi melakukan nota protes dan menolak rencana pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law), apalagi sampai kepada pengesahan dalam rapat pembahasan di tingkat-II nantinya,” tambahnya
Deden menegaskan apabila RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak dapat dihentikan pembahasannya, maka IDI Wilayah Jambi menuntut dengan tegas agar dimasukkan pasal terkait 2 hal penting untuk keberlangsungan profesi. “Imunitas perlindungan hukum bagi tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, baik di sarana kesehatan yang ada maupun pelayanan mandiri dan mempertahankan fungsi dan peran Organisasi Profesi Kesehatan yang sudah berjalan selama ini,” tegasnya.
“IDI Wilayah Jambi nantinya juga siap akan melakukan konsolidasi nasional bersama PB IDI untuk menyuarakan penolakan ini, tentunya bila terjadi sikap dan aksi hal ini akan berdampak kepada terganggunya stabilitas nasional, karena terganggunya pelayanan kesehatan di masyarakat,” pungkasnya. (*)