Politik Hukum Undang – Undang RI Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara
Oleh: Yasir Hasbi, SH ( Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Jambi)
JARIJAMBI.COM – Hadirnya undang-undang ini dikarenaan urgensinya menurut Presiden Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2019 dimana menyampaikan bahwa pemindahan tersebut didasari oleh terpusatnya kegiatan perekonomian di Jakarta dan Jawa yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi Jawa dan luar Jawa.
Selain itu, terdapat hasil kajian yang menyimpulkan bahwa Jakarta sudah tidak lagi dapat mengemban peran sebagai Ibu Kota Negara. Hal ini dikarenakan pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, penurunan kondisi dan fungsi lingkungan, dan tingkat kenyamanan hidup yang semakin menurun.
Oleh karena itu pemindahan Ibu Kota Negara diharapkan dapat mewujudkan Indonesia memiliki Ibu Kota Negara yang aman, modern, berkelanjutan, dan berketahanan serta menjadi acuan bagi pembangunan dan penataan wilayah lainnya di Indonesia. Untuk mewujudkan upaya tersebut, maka telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara pada tanggal 15 Februari 2022.
Ibu Kota Negara bernama Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang ini. Menurut undang-undang ini pembangunan Ibu Kota Nusantara bertujuan untuk: (1) menjadi kota berkelanjutan di dunia; (2) sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan; dan (3) menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah pembentukan UU IKN tersebut sudah dianggap ideal dalam mengakomodasi aspirasi kepentingan masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu perlu memahami konsep dasar mengenai pembentukan undang-undang sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 yang mengharuskan terpenuhinya asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Beberapa asas terkait yang diulas dalam tulisan ini diantaranya: asas kejelasan tujuan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas dapat dilaksanakan; serta asas keterbukaan.
Jika ditinjau secara normatif-yuridis UU IKN memiliki banyak kekurangan substansi yang mendasar karena minimnya ruang lingkup pengaturan. Substansi pengaturan yang termaktub dalam UU IKN banyak yang digambarkan secara abstrak atau tidak detail mengatur persoalan konkret.
Hukum merupakan produk politik sehingga konfigurasi politik akan sangat menentukan hukum yang dibentuk atau diberlakukan di suatu negara. Meminjam teori politik hukum Mahfud MD (2017: 30), Penulis mengacu pada konsep konfigurasi politik sebagai konstelasi kekuatan politik yang terdiri dari konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter. Dalam hal ini, Penulis mengkategorikan UU IKN sebagai produk hukum yang berkarakter konservatif, ortodoks, dan elitis.
Sebagaimana dicirikan oleh Mahfud MD (2017: 32), karakter hukum tersebut secara substansi lebih mencerminkan visi sosial elite politik, keinginan pemerintah, dan bersifat ortodoks yang menutup tuntutan kelompok dan individu di dalam masyarakat. Terlebih lagi pembuatan UU IKN yang sangat cepat (fast track) serta akses partisipasi masyarakat yang minim dan tidak banyak terakomodasi, cukup memberikan gambaran bahwa UU IKN dapat dikatakan merupakan produk hukum yang berkarakter konservatif, ortodoks, dan elitis.
Pada konfigurasi politik otoriter, susunan sistem politiknya memungkinkan negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijakan negara. Konfigurasi politik jenis itu ditandai dengan adanya dorongan elite kekuasaan untuk memaksakan persatuan, penghapusan oposisi terbuka, dan dominasi pimpinan negara untuk menentukan kebijaksanaan negara. Meski Indonesia adalah negara demokrasi, namun nyatanya pembentukan UU IKN serta sejumlah UU dan kebijakan publik selama empat tahun terakhir menunjukkan adanya penyimpangan prosedur perumusan kebijakan. Banyak terjadi judicial review terhadap UU kontroversial di Mahkamah Konstitusi, termasuk UU IKN.