JARIJAMBI.COM – TANJAB BARAT – Berbicara mengenai Panji, seorang guru honorer yang tengah viral karena perjuangannya menempuh jalan berlumpur setiap hari demi untuk menjangkau dan memberi ilmu pengetahuan untuk anak didiknya dari Sukabumi Jawa Barat menarik perhatian banyak pihak.
Wakil Ketua I Derwan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanjab Barat, Ahmad Jahfar SH juga turut memberikan perhatiannya .
Dirinya tidak menyangka masih ada jalan daerah di Pulau Jawa yang masih becek berlumpur, Perhatian dari Ketua DPD Golkar Tanjab Barat itu tidak hanya ditunjukan untuk wilayah di Pulau Jawa, namun dirinya membanding wilayah yang viral tersebut dengan Daerahnya di Kabupaten Tanjab Barat, Provinsi Jambi yang menurutnya jauh lebih memprihatinkan.
Salah satu wilayah Kabupaten Tanjungjabung Barat yang dimaksud adalah Kecamatan Pengabuan dan Senyerang. Dia menilai Panji masih beruntung dibandingkan guru yang ada di daerahnya.
“Setidaknya begitu aku katakan karena “baru” enam bulan menjalani profesi sebagai guru honorer becek dan berlumpur, dan sekarang mendapatkan blow up dan perhatian yang luas dari media massa nasional maupun media sosial. Sesungguhnya bagi kami yang berdiam di luar Jawa itu bukan satu hal yang aneh, banyak yang senasib dengan pak guru Panji itu, bahkan sudah seumur tugas pengabdian nya tidak ada perubahan,” cerita politisi Partai Golkar ini.
Tentu, Jahfar berharap sang guru Panji bisa menjadi titik balik Pemerintah untuk bisa membuat kebijakan yang tepat terhadap guru-guru honorer di tanah air, terutama terkait dengan porsi kelayakan hidupnya.
“Satu hal yang selama ini selalu konsisten saya suarakan dan perjuangkan di legislatif. faktanya pemenuhan tenaga pendidik ini adalah para honorer. Guru saya adalah guru honorer, guru anak saya adalah Guru honorer, salam hormat dan takdziem saya untuk para Guru honorer,” ungkap Jahfar.
Dan tak bisa dibantah bahwa berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di Kabupaten Tanjab Barat ini banyak terbantu oleh para honorer. Dalam kebijakan mengenai pendidikan ini memang negara ini masih juga sibuk mencari bentuk, terbukti dengan terus berganti nya kurikulum pendidikan nasional, sertifikasi guru dan kebijakan kebijakan yang lain.
“Saya tentu tak berharap bahwa berganti-ganti nya kurikulum pendidikan kita itu bermotif bisnis, begitupun mengenai sertifikasi guru dengan model seleksi yang saya pandang justru tak efektif dan boros anggaran negara. Bayangkan saja dengan kebijakan hari ini mengenai sertifikasi guru, bahwa seorang guru mesti menempuh upaya administratif yang tidak mudah untuk bisa lolos mengikuti PPG (Pendidikan Profesi Guru) dengan durasi yang lumayan lama (tiga bulan) dan itu pun belum tentu lulus,” beber Anggota DPRD Tanjab Barat tiga periode itu.
Padahal di tingkat universitas, disebutkannya mereka telah mendapatkan akta 4. Program akta 4 ini menurutnya juga terkesan aneh, karena menggambarkan bahwa ternyata kurikulum pendidikan di tingkat fakultas itu belum mampu menjadikan seseorang bisa jadi guru atau tidak, terkecuali ia berasal dari fakultas non guru.
“Sungguh menurut saya ini tidak logis, bagaimana mungkin seseorang yang telah dinyatakan layak menjadi guru oleh Universitas atau Sekolah Tinggi dan dinyatakan layak juga menjadi guru oleh negara melalui seleksi CPNS dalam hal layak mengajar malah lalu di soal lagi oleh negara,” ungkap Suami Sinta Siti hasanah, S.Pdi yang juga berlatar belakang seorang pendidik.
Semestinya, diharapkannya guru yang telah ditetapkan menjadi ASN ataupun swasta sekalipun yang faktanya telah lama menjadi guru harusnya otomatis mendapat sertifikat sebagai guru sertifikasi.
Lebih lanjut, jika ingin memperketat seleksi untuk guru bersertifikasi semestinya ada pada proses rekrutmen guru baru. Artinya dalam logika seseorang yang telah dinyatakan lulus menjadi guru oleh negara seharusnya tidak lagi diberikan persyaratan yang sebegitu sulit untuk mendapatkan sertifikat guru.
“Fakta nya mereka telah melakukan tugas pengajaran. Faktanya mereka telah menghasilkan para lulusan pelajar yang lalu bekerja dengan layak, dan hebatnya bahkan si murid dari guru tak bersertifikasi telah menjadi guru yang bersertifikat. Ah negara ini memang aneh. Lagi lagi saya juga mencurigai, motif bisnis pendidikan. Jika tidak lalu karena dan untuk apa?.
Dalam beberapa kali hearing dengan penyelenggara Pemerintahan di daerah maupun koordinasi ke Kementrian saya juga mendapati satu ketidak fahaman mengenai profesi guru. Ada semacam kecemburuan dari profesi ASN administratur kepada ASN (Profesi) guru ini,” jelas ayah dari empat anak ini.
Negara memberikan tunjangan sertifikasi kepada guru sejatinya adalah sebuah ” upaya memulyakan guru”, memberikan mereka satu pengakuan kepahlawanan tanpa tanda jasa.
“Lalu sampai hari ini saya menemukan ketidak fahaman mengenai hal itu bahkan dari sekelas penyelenggara daerah, terbukti dalam hal timpang nya pemberian TPP terhadap guru. Kecemburuan lain adalah soal liburan sekolah yang menurut mereka memberi ruang waktu libur panjang bagi guru, sementara mereka tak pernah berhitung jika kerja para ASN non guru itu hanya sampai hari Jum’at, sementara guru bisa sampai Sabtu sore.
Maka yang perlu digaris bawahi adalah upaya memberikan kemuliaan khusus kepada guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa ini sesungguhnya pun tak difahami” pungkas Ahmad Jahfar.
“Sesungguhnya problematika pendidikan ini sangatlah banyak, tentu tak semua mampu saya katakan maupun dituliskan. Tetapi paling tidak mudah mudahan melalui fikiran saya bisa menjadi salah satu kebijakan dasar yang tepat bagi sistematika pendidikan kita. Wallahu a’lam bishowab. sekuat tenaga saya berdiri tegak lurus bersama guru sebagaimana kepercayan para guru kepada saya sebagai penasehat IGI, Heni Septi Nuraini,” tutupnya.(***)
Artikel ini telah dilakukan penyuntingan oleh redaksi, sebelumnya artikel ini telah dibagikan penulis melalui akun media Sosial.
Penulis: AHMAD JAHFAR, SH