Jakarta, JJ- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar mengemukakan, pemerintah akan merevitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang tidak produktif atau kurang produktif.
“BUMDes itu kan hasil dari inisiatif desa. Jadi kita tidak bisa kemudian menutup Bumdes. Kita fungsinya adalah memfasilitasi dan merevitalisasi,” kata Abdul Halim menjawab wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas tentang Penyaluran Dana Desa Tahun 2020, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/12) sore.
Sebelumnya dalam Rapat Terbatas itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, dirinya telah menerima laporan mengenai 2188 BUMDes yang tidak beroperasi dan 1670 BUMDes yang beroperasi tapi belum memberikan kontribusi pada pendapatan desa. “Jadi tolong ini menjadi catatan,” kata Presiden.
Mengenai bentuk revitalisasi itu, Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan, penambahan modal, peningkatan jaringan, dan pendampingan. Adapun mengenai jumlah BUMDes yang akan direvitalisasi, menurut Abdul Halim, sebanyak mungkin. Mungkin sama dengan misalnya Kementerian Desa menargetkan 10 ribu pengentasan desa tertinggal menjadi desa maju. “Pak Presiden mengatakan kurang. Nah itu tadi, kemudian di-profiling, kita lakukan, kita laksanakan,” jelas Abdul Halim.
Dalam kesempatan itu Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar juga menyampaikan mengenai pembentukan BUMDES Bersama, dimana yang menangani produksi dari hulu sampai hilir dengan baik, dengan melibatkan beberapa BUMDes dalam satu kawasan.
“BUMDes Bersama itu ada di Temanggung, ada di Bali, ada di Bangka Belitung. Nah itu sudah banyak kalau BUMDes Bersama, tetapi kan kawasannya baru bisanya 5 (lima) desa, 10 (sepuluh) desa,” terang Menteri Desa PDTT.
Ia menunjuk contoh dari hulu, misalnya padi yang produksinya hanya 3000 ton setelah dilakukan kerja sama antar desa, dibangun BUMDes Bersama penanaman, pendampingan penanaman, pendidikan dan seterusnya sampai panen, sampai kepada rice milling unit menghasilkan beras premium, untuk 2022 akan menghasilkan 6500 ton per tahun, naik 100 persen. Kalau tadi dari 3000 ton menjadi 6000 ton, kalau misalnya tempat lain dari 3000 ton menjadi 10000 ton, ada lagi yang dari 50000 ton menjadi 200000 ton, menurut Menteri Desa PDTT ini akan membutuhkan jaringan, kalau perlu ekspor. “Nah kalau sudah begitu, digeser menjadi yang disebut dengan super holding dan kalau perlu melibatkan BUMN,” ujarnya (isn)
Sumber: seskab