KERINCI- Persoalan pertambangan bisnis Galian C di Kerinci semakin menarik dikupas secara tuntas dan tentunya dengan otak yang waras.
Fenomena nyata di depan mata, dampaknya telah menjadi peristiwa. Bahkan sudah menahun lamanya.
Terlebih ketika berbicara dampak lingkungan, maka kelestarian alam lah taruhannya. Bicara alam adalah persoalan yang bukan biasa-biasa saja.
Gejalanya haruslah menjadi perhatian bersama. Semua pandangan harus dipusatkan kesana, Demi terkuaknya fakta dari realyta sebenarnya.
Meski harus dilakukan secara maraton, media akan terus menelusurnya, demi kelestarian alam dan lingkungan kita.
Duka Sungai Batang Merao
Aliran Sungai Batang Merao di Kerinci, Provinsi Jambi saat ini kondisinya semakin memperihatinkan.
Kerinci dengan alamnya yang dikenal asri seharusnya sungai pun bersih dan jernih airnya.
Tapi kenyataannya saat ini kondisi aliran air yang mengalir disepanjang Sungai Batang Merao sudah tak seperti yang dipikirkan.
Keruh dan menguning disertai serpihan potongan akar pepohonan terkadang terasa menyesakkan, saat memandang aliran Sungai Batang Merao.
Aliran sungai terpanjang di Kerinci yang mengalir dari hulu Kerinci bagian mudik, hingga ke Muaranya di Danau Kerinci ini terbiarkan begitu saja.
Sungai yang dulunya biasa digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti untuk mencuci pakaian, mandi bahkan untuk diminum. Kini tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Kondisi ini disebut-sebut akibat dampak dari maraknya aktivititas Galian C yang terus beroperasi di Kerinci bagian mudik.
“Disebabkan aktivitas Galian C yang marak dari hulu Kerinci.” Kata Nadi warga Kerinci. Selasa (16/03).
Lantas bagaimana tanggapan Sungai Batang Merao yang tercemar dimata pemerhati lingkungan ? Berikut kupasannya.
Pemerhati Bicara
Berangkat dari sebuah argumen sederhana, bahwa penambangan Galian C yang ada di Kerinci rata-rata tidak memiliki kolam resimen.
Kolam resimen yang dimaksudkan yakni, sebuah penampungan untuk pengendapan air. Itulah awal yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya pencemaran.
“Asal kita mau pasti ada jalan terkait air sungai tercemar.” Ungkap Jhontech, pria yang dikenal kritis mempemerhati lingkungan Hidup, Kerinci. Senin (15/03).
Sontak ia pun menegaskan, katanya jika aliran sungai tercemar akibat penambangan Galian C, maka kajian utama bukan lagi persoalan izin.
“Khusus air tercemar akibat dari pelaku pebisnis penambangan Galian C, kita tidak bicara izin lagi.” Ungkap aktivis Kerinci ini.
Bicara dampak lingkungan bukanlah persoalan biasa. Disini bukan bicara soal Izin Usaha Pertambangan (IUP) lagi, lebih dalam dari itu adalah dampak atas beroperasinya bisnis dari pengerukan material bumi.
“Kita tidak sekedar gembar gembor izin IUP saja. Karena izin itu memang benar ke Provinsi Jambi urusannya. Tapi kita bisa tuntut pelaku usaha galian dengan UU PPLH jika air sungai sudah tercemar.” Ungkapnya.
Limbah usaha menurut Pasal 1 angka 20 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
“Baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Sanksi pidana 3 hingga 10 tahun.” Beber pria penggiat Lingkungan Hidup ini.
Ia pun langsung mengarahkan sasarannya pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci. Dibawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kerinci, Para pelaku bisa dituntut.
“Dinas Lingkungan Hidup diharap bisa tuntut pelaku usaha baik pengusaha tambang ataupun usaha lain yg mengakibatkan tercemarnya air sungai.” Pintanya.
Jhontech pun menyarankan agar Dinas LH Kerinci mengevaluasi terhadap unsur sungai.
“Namun Dinas LH mengevaluasi dulu terhadap unsur air sungai apakah betul-betul tercemar? Apakah beresiko terhadap lingkungan hidup yg berdampak kepada masyarakat umum.”Ungkapnya.
Dia pun mencontohnya, “Misal apakah ada unsur Sianida, Sulfur, Mercury, atau mengcek PH air basah atau asam yg bisa saja mematikan biota-biota air, sehingga mematikan makluk hidup DAS. Atau ada unsur bahan berbahaya beracun (B3).”Tutur Jhontech.
Pertanyaannya yang kemudian muncul, apakah Dinas LH Kerinci, UPTDnya masih bisa aktif ?
“Sayangnya Dinas LH Kerinci, Labor UPTDnya tidak aktif lagi, bahkan Kadis LH mengakui Laboratorium DLH tidak aktif, sudah lama karena lantaran tidak terakreditasi. Diharap labor ini bisa diaktifkan lagi.” Papar Jhontecx.(jon)