JARIJAMBI.COM, TANJAB BARAT — Sebagai salah satu organisasi keperempuanan berbasis mahasiswa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Korps HMI-Wati (KOHATI) turut menyikapi kasus pelecehan seksual yang terjadi akhir-akhir ini.
Menurut KOHATI Tanjab Barat kasus pelecehan seksual yang terjadi akhir-akhir ini yang dilakukan oleh salah satu oknum kepala sekolah di Kecamatan Sebrang Kota tentunya memunculkan keprihatinan publik, apalagi korban berstatus pelajar di sekolah tersebut .
Hal ini tentunya akan berimplikasi pada psikologis, mental dan akan mengakibatkan trauma pada korban. Sehingga akan berpengaruh pada kehidupan para korban di kemudian hari.
Selain itu ada beberapa kasus lain terkait pelecehan seksual pada anak yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya sendiri, serta kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum masyarakat terhadap anak di lingkungan sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak belum mendapatkan perlindungan atas keamanan dalam kehidupannya sehari-hari.
Ketua umum KOHATI Tanjab Barat, Mustika berpendapat bahwa kejadian ini akan berdampak buruk pada psikologis dan masa depan anak khususnya bagi para pelajar. Hal ini bisa menurunkan peforma belajar, depresi dan efek jangka panjang lainnya.
Mustika juga mengatakan tindak lanjut yang di lakukan oleh para pelaku harusnya ditindak dan di proses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Sebagai Organisasi Keperempuanan kami sangat menyayangkan kejadian pelecehan seksual yang terjadi akhir-akhir ini, apalagi dari beberapa kasus yang diberitakan kami merasa korban tidak mendapatkan keadilan. Sebagai contoh kasus yang di lakukan oleh oknum kepala sekolah yang hanya berujung pada perjanjian perdamaian padahal secara khusus indonesia memiliki undang-undang tersendiri mengenai perlindungan anak yaitu UU No 23 Tahun 2004 tentang perlindungan anak dalam pasal 81 dan 82 UU Perlindungan Anak mengatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak bisa dipidana penjara maksimal 15 tahun. Menurut saya 15 tahun penjara tidak sebanding dengan apa yang dialami oleh korban, mengingat kejadian ini dapat berpengaruh sangat besar bagi korban maka dari itu jika kasus ini hanya berakhir pada perjanjian perdamaian tentunya tidak akan menjamin kejadian serupa terulang kembali” Ujarnya.
Dalam momentum Hari Kartini kasus ini menjadi salah satu bahan kajian keperempuanan yang dilakukan oleh KOHATI Tanjab Barat dalam kajian tersebut Kohati Tanjab Barat menyimpulkan bahwa pelecehan seksual akan menyebabkan 3 kemungkinan efek _pertama_ korban bisa saja memandang hal ini sebagai sebuah keterlanjuran yang akhirnya mendorong korban terjun kedalam pergaulan bebas, _kedua_ mendorong korban melakukan prilaku menyimpang dalam dirinya , _ketiga_ hal yang lebih para adalah korban bisa saja mendapatkan perlakuan buruk oleh lingkungan sehingga korban mengalami tekanan mental.
“Semangat Hari Kartini mengajak kita untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan melawan segala bentuk penindasan terhadap perempuan, termasuk pelecehan seksual. Peringatan Hari Kartini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan tindakan dalam melawan dan mencegah pelecehan seksual, serta memperjuangkan hak-hak perempuan untuk hidup tanpa rasa takut dan aman. Sebagai anggota masyarakat dan sekaligus bagian dari anggota keluarga kita perlu turut andil dalam mengawasi adik-adik kita dan memberikan pemahaman sederhana mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya orang lain lakukan terhadap mereka dan mengajarkan untuk menjadi pribadi yang terbuka sehingga ketika terjadi sesuatu hal yang buruk kepada mereka kita dapat segera mengetahui dan dapat menindaklanjutinya” lanjutnya.
“Melindungi anak berarti melindungi potensi sumber daya dalam membangun Indonesia yang lebih maju dan menghancurkan anak dengan pelecehan seksual dimasa pertumbuhannya berarti menghancurkan masa depan bangsa. Semoga hal ini cepat dapat diselesaikan dan tidak ada kejadian serupa yang terjadi dikemudian hari.” tutupnya. (*/)