JARIJAMBI.COM – Hak kewarganegaraan yang dimiliki manusia tidak terhalang oleh faktor suku, bangsa, ras, agama, ataupun gender. Hakikatnya hak adalah universal atau menyeluruh pada semua lapisan kehidupan, tak terkecuali dengan Komunitas Adat Terpencil. Di Provinsi Jambi mereka adalah Komunitas Suku Anak Dalam (SAD).
Komunitas Suku Anak Dalam adalah komunitas adat yang mendiami hutan-hutan di Provinsi Jambi. Namun, perubahan tata kelola ruang serta pola hidup perkotaan yang mulai meluas mengakibatkan kelompok ini perlahan mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan hidup membaur dengan masyarakat.
Fokus Kerja Program ESTUNGKARA
Pemberdayaan dengan skema Inklusi sosial yang dilakukan oleh Pundi Sumatra dengan dukungan Kemitraan Partnership melalui program ESTUNGKARA bekerja di dua lokasi proyek, yakni Desa Dwi Karya Bhakti – Kecamatan Pelepat Kabupaten Muara Bungo dan Desa Limbur Tembesi – Kecamatan Bathin VIII Kabupaten Sarolangun. Program ESTUNGKARA bertujuan untuk Meningkatkan Akses Layanan Dasar, Perlindungan Sosial, Kewarganegaraan dan Partisipasi Inklusif Serta Pemulihan Ekonomi dan Mata Pencaharian, dalam hal ini memberi perhatian lebih pada kelompok perempuan, anak dan disabilitas.
Implementasi program ESTUNGKARA pada lokasi Desa Dwi Karya Bhakti Kabupaten Bungo, bersifat memperkuat peningkatan aspek ekonomi, peningkatan kapasitas, serta memperluas dukungan program kerjasama dengan lintas sektor untuk upaya pemberdayaan komunitas tersebut. Sedangkan untuk Desa Limbur Tembesi Kabupaten Sarolangun, selain lebih menitik beratkan pada isu GEDSI, aktifitas program yang dirancang masih seputar membuka akses komunitas pada aspek layanan dasar dan berbagai program bantuan kesejahteraan sosial, peningkatan aspek ekonomi dengan pengembangan kegiatan pertanian dan perikanan, peningkatan kapasitas serta pengetahuan pada isu kesehatan reproduksi, pangan sehat, perilaku hidup bersih sehat, dampak pernikahan anak, serta wawasan hukum. Di kabupaten ini, Pundi Sumatra juga berupaya mendorong penerimaan sosial dan menggalang kerja-kerja kolaboratif dari berbagai stakeholders untuk kegiatan pemberdayaan.
Diskusi Multipihak Bersama OPD Terkait
Mengawali pelaksanaan program ESTUNGKARA, Pundi Sumatra pada Bulan Oktober dan November ini menggelar pertemuan multipihak di dua lokasi kabupaten proyek untuk mensosialisasikan rencana program dan menjajaki sinergitas program dengan OPD terkait tingkat kabupaten.
Pertemuan multipihak Kabupaten Sarolangun berlangsung pada Rabu (27/10/2022) lalu, bertempat di ruang pertemuan kantor Dinas Sosial Kabupaten Sarolangun. Pertemuan yang dihadiri Sekretaris Daerah Kabupaten Sarolangun, Bapak H. Ir. Endang Abdul Naser hadir itu, juga di ikuti oleh seluruh OPD terkait yang ikut memberikan input dan komitmennya dalam mendukung pematang Kejumat sebagai pilot project pemberdayaan SAD di Kabupaten Sarolangun.
Dalam sambutannya, Sekda Kab. Sarolangun ikut memberikan apresiasinya atas program pemberdayaan yang dilakukan oleh semua pihak dan menghimbau agar program pemberdayaan SAD juga di perluas ke lokasi-lokasi lainnya. .
“Saya berharap pemberdayaan Suku Anak dalam tidak hanya terfokus pada Pematang Kejumat saja, mari kita upayakan untuk memperluas pemberdayaan SAD ini di lokasi-lokasi lain yang ada di Kabupaten Sarolangun,” tuturnya.
Pada sesi diskusi, beberapa OPD juga memberikan masukan serta peluang kegiatan yang berguna untuk pengembangan kegiatan ekonomi pada lokasi di bawah kepemimpinan Tumenggung Juray tersebut. Seperti Dinas Perindagkop yang siap memfasilitasi segala kebutuhan jika Suku Anak Dalam punya minat belajar untuk memproduksi kain tenun yang dapat diekspor ke luar kota. Hal yang sama juga disampaikan oleh perwakilan Polsek Limbur Tembesi, Bripka Mhd. Amin.
“Kita manfaatkan kotoran ternak sapi untuk diolah menjadi kompos.Kalau sudah jadi pupuk pasti pembeli tidak peduli ini asalnya dari mana,” ujarnya.
Gagasan tersebut berangkat dari keluhan yang disampaikan oleh Amin, warga SAD yang hadir pada diskusi, yang ceritakan bahwa permasalahan yang dihadapi SAD adalah terkait dengan aspek pemasaran hasil kebunnya.
“Ketika kami menjual hasil kebun, tidak ada orang yang mau beli. Bukan kami tidak mau berjualan, tapi warga masyarakat belum mau menerima hasil produk yang kami hasilkan,” ungkap Amin.
Dari permasalahan yang Amin sampaikan, dapat disimpulkan jika stigma negatif masyarakat pada komunitas ini juga masih cukup besar. Situasi inilah yang menjadi tantangan bagi Pundi Sumatra dan pemerintah daerah, untuk mendorong situasi yang lebih inklusif, agar keberterimaan masyarakat sekitar pada komunitas suku anak dalam pada berbagai aspek juga dapat semakin baik.
Menyusul pada Rabu (9/11/22), Pundi Sumatra menggelar Diskusi Multipihak di Aula kantor Bappeda Kabupaten Muara Bungo. Kegiatan diskusi ini, diawali dengan agenda penandatanganan MoU kerja sama antara Pundi Sumatra dengan Universitas Muara Bungo (UMB) dan Akademi Kebidanan (AKBID) Amanah Muara Bungo. Kerjasama ini juga dilandasi dengan tujuan untuk membuka lebih banyak kesempatan pada anak-anak dari Suku Anak Dalam agar bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi, sekaligus pelaksanaan Tri Dharma dari kampus berupa pengabdian pada masyarakat, penelitian/ riset, Magang, pembinaan dll.
Sosialisasi program ESTUNGKARA yang disampaikan oleh Dewi Yunita Widiarti selaku CEO Pundi Sumatra, memperoleh input dari beberapa pihak untuk penyempurnaan usulan program Tahun ke-2. Bappeda melalui Ibu Dewi Rejeki, S.Pt.,M.M menyampaikan usulan terkait stunting agar diakomodir dalam program tahun berikutnya, termasuk juga dialokasikan anggaran untuk melaksanakan secara berkala kegiatan diskusi multipihak tingkat Kabupaten dan evaluasi pelaksanaan program.
Dinas kependudukan dan catatan Sipil, juga menyampaikan komitmennya untuk melakukan perekaman langsung di lapangan; sekaligus menerbitkan KIA bagi anak. Sedang Dinas Koperindak dan UKM Kab. Bungo menyatakan dukungannya untuk produk ikan asap SAD dan akan ikut membantu kegiatan pemasaran produk melalui dekranasda, serta mengikutsertakan produk dalam berbagai even promosi atau pameran di daerah maupun propinsi.
Tidak hanya pendapat dari OPD yang di dengar dalam pertemuan tersebut, namun perwakilan SAD yang hadir dalam Pertemuan multipihak itupun ikut ikut memberikan masukannya.
“Kami harap anak-anak dapat terus bersekolah, habis sekolah bisa kerja yang baik. Kami mohon bisa terus didampingi oleh Pundi Sumatra,” Indok Tutik berbicara, mewakili perempuan SAD yang hadir di pertemuan tersebut.
Tidak terasa sudah lebih dari 10 tahun, Pundi Sumatra melakukan program pendampingan kepada SAD. Upaya mendorong perubahan sosial memang membutuhkan waktu yang tak singkat. Bergerak pada isu inklusi sosial, Pundi mengupayakan kepemilikan adminduk guna membuka akses SAD atas layanan dasar dari pemerintah. Program lainnya juga terkait layanan kesehatan, advokasi kebijakan yang inklusif dan yang paling menonjol adalah program pengembangan sumber-sumber ekonomi produktif pada komunitas.
“Kita ajarkan kegiatan berkebun, bertani, beternak sampai melakukan pembesaran ikan. Membekali kecakapan mereka untuk mandiri,” tutur Dewi. Karena hutan tak bisa lagi diharapkan, dan mereka justru harus dibekali dengan keterampilan agar bisa bertahan dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi disekitarnya. (*Med)